Monday, June 22, 2009

Sekedar cerita di hari Senin


Hari senin. Tiba-tiba aku teringat masa lalu. Masa ketika aku masih bekerja. Bangun pagi, memasak, memandikan Destin, kemudian bersiap untuk berangkat bekerja. Mengucapkan sampai jumpa pada Destin dan berjanji akan pulang sore hari. Atau ketika hamil Binbin dulu, aku bekerja di dua tempat, dan bekerja sambil membawa Destin kemana-mana. Teringat 1 tahun yang lalu aku bekerja sungguh keras selama hamil Binbin, sampai-sampai 2 kali perutku sakit karena hilang keseimbangan dan jatuh kelelahan. Teringat pula rasa capek yang luar biasa itulah awalnya yang membuat aku sepakat dengan suami untuk resign dulu. Apalagi keresahanku meninggalkan anak setiap kali berada di tempat kerja. Apa yang mereka lakukan hari ini? Apa yang mereka pelajari? Apa yang ... banyak sekali pertanyaan dan rasa bersalah yang harus aku tanggung. Kutinggalkan semua pekerjaanku dan menikmati hidupku menjadi full time mom. Kuawali status full time mom-ku pada hari kelahiran Binbin.
Banyak orang yang menyesalkan keputusanku resign dari pekerjaan dan mengambil peran penuh sebagai ibu rumah tangga. Orang tua, kakak, adek, kolega, bahkan teman-teman lama. Aku sering membalas rasa rasa simpati mereka dengan senyuman manis.
Memang sulit dimengerti, kecuali bagi teman-teman yang merasakan hal serupa denganku. Memiliki pekerjaan mapan di perusahaan, penghasilan besar, teman kerja, pembuktian diri. Ya, semua itu sudah pernah aku rasakan. Dan pendapatku saat ini, 4 hal di atas adalah harga yang terlalu murah jika dibandingkan dengan masa lalu, masa kini, dan masa depan anak.
Menjadi full time mom setelah bekerja sejak sekolah SD dulu awalnya bagaikan never end holiday. Aku bahagia sekali. Aku menikmati pekerjaanku sehari-hari. Membersihkan rumah, mencuci, memasak, bahkan ekstrim sekali, aku tidak mau ada pembantu rumah tangga karena aku mampu mengerjakan semua. Aku sudah terbiasa bekerja di rumah sejak SD dulu, Masalahnya adalah, tidak ada libur yang tidak usai.
Bekerja di mebel sejak SMA sampai berkeluarga menumbuhkan sesuatu yang lebih abadi. Ya, enam bulan pertama aku mulai meragu. Aku rindu bekerja. Aku ingin mengaktualisasikan diriku. Tapi aku lebih sayang pada anakku. Suamiku tahu perasaanku. Dan akhirnya aku mulai bekerja di rumah. Aku membuat blog, belajar mengutak-utik html, dan membuat blog pribadi dan blog untuk menjual mebel. Intinya bekerja di rumah. Aku juga mulai mengikuti beberapa bisnis online yang dapat aku kerjakan sambil mengasuh 2 buah hatiku. Dan aku serasa menemukan jati diriku kembali. Aku mengaktualisasikan diriku kembali. Dan i’m back.
Continue reading...

Wednesday, June 17, 2009

Tantangan Menidurkan Anak


Ada saja cerita sehari-hari yang layak ditulis. Apalagi aku yang setiap hari bercengkrama dengan anak-anak. Banyak momen indah yang tak terabadikan atau hanya sekedar menjadi bahan cengkrama dengan suami kala malam menjelang tidur. Rasanya beruntung sekali bisa nge-blog. Bisa bercerita apapun, berteman dengan siapapun, dan belajar banyak hal.
Kali ini aku mau bercerita tentang tidur. Kemarin aku bercerita tentang betapa sulitnya aku menidurkan anak. Ya, aku sempat berfikir menidurkan anak adalah mission impossible. Bener, lo. Dari 5 tahun lalu, aku selalu kesulitan menidurkan Destin (dan sekarang Binbin). Jika papa keluar kota genap 3 hari atau lebih, maka kantung mataku akan bertambah karena 3 hari itu aku tidak bisa tidur.
Setelah membaca postingku kemarin, aku jadi mendapat tantangan menidurkan anak. Tak tanggung-tanggung. Langsung dua. Sebenarnya sih hanya menidurkan Binbin, tapi dasar Destin, lihat mamanya menidurkan adeknya, Destin menjadi iri dan ingin tidur. Sudah dua hari ini aku ‘terpaksa’ menidurkan Destin dan Binbin bersama-sama.
Awalnya aku sudah pesimis banget. Menidurkan Binbin saja aku sering kesulitan (kecuali jika Binbin sudah benar-benar mengantuk), apalagi berbarengan dengan Destin yang suka caper. Jika mamanya kebanyakan mengelus-elus Binbin, langsung ribut.
Jadilah, tangan kanan mengelus Destin, dan tangan kiri mengelus Binbin. Lucubanget, deh kalau ingat posisinya. Beruntung jiwa kompetisi Destin sedang tinggi. Dia ingin menjadi yang pertama tidur. Aha! Ibarat gayungbersambut, aku menantang siapa yang tidur duluan akan mendapat ciuman spesial dari mama. Berhasil! Destin langsung terlelap. Binbin akhirnya terlelap seperempat jam kemudian. Hahaha ... hari pertama berhasil!
Hari kedua, agak sulit. Destin menolak kompetisi yang aku usulkan dengan membalikkan ucapanku sendiri. “Nomer-nomeran itu nggak baik, Ma. Aku ga mau.” Gubrak! Kemakan ucapan sendiri, deh!
Namanya usaha, sering tidak mudah. Selain potensi Destin tertidur dahulu karena keinginan menjadi nomer satu tertutup, ada lagi permintaan luar biasa dari Destin. Minta ditepuk-tepuk. Wah ... masalah, nih. Binbin tidak akan tidur dengan ditepuk-tepuk. (menurut suami, Binbin hanya akan tidur jika dielus-elus punggungnya). Duh, bagaimana caranya tangan kanan menepuk-nepuk dan tangan kiri mengelus-elus? Secara bersamaan?
Aku mengelus-elus Destin (tangan kanan) dan Binbin (tangan kiri) secara bersamaan dan bertempo sama. Destin yang protes aku jawab dengan “Sabar ... sabar ...”. Setelah feel-nya dapat, aku coba menepuk-nepuk tangan kananku ambil berusaha menjaga tangan kiri tetap mengelus-elus dengan tempo yang sama. Berhasil! Wah-wah ... ini pelajaran penting, nih. Jarangkan otak kita mampu memerintahkan tangan kanan dan kiri secara bersamaan?
Akhirnya, seperti biasa, destin langsung terlelap sebelum Binbin akhirnya menyusul. Misiku berhasil kembali di hari kedua ini. Besok apalagi, ya? Uhh ... bayangin aja sudah capek.

Continue reading...

Saturday, June 13, 2009

Baby Sitter yang gadget


Aku ingin membuat pengakuan, nih. Hehe ...
Aku menjadi Full time Mom baru satu tahun ini. Itu pun tidak 100% ftm. Adakalanya aku masih harus bekerja membantu suami atau kakak, karena hanya aku yang dapat berbahasa Perancis dan Inggris.
Baru satu tahun jauh dari hiruk pikuk pekerjaan di gudang membuat aku sangat menikmati keseharianku bersama anak-anak. Keputusanku untuk resign dari pekerjaan dimulai pada hari kelahiran Binbin. Satu bulan bersama Binbin membuatku ogah kembali bekerja. Jadilah cuti 1 bulan menjadi cuti ... hmm ... mungkin 5 tahun, kali, ya?
Menjadi Ftm bukan pekerjaan mudah, lo. Apalagi buat aku yang sampai saat ini tidak bisa menidurkan anak. Pekerjaan menidurkan anak masih menjadi tugas pokok papa atau neneknya. Aku yang insomnia benar-benar kesulitan menidurkan anak. Hehe ...
Setiap hari bersama anak-anak sungguh menyenangkan. Apalagi destin sudah bisa menjaga adeknya. Jadilah, aku sering mendapat me time yang cukup dengan cara nge-net, ber-blogger ria, facebook-an, atau blogwalking untuk berinteraksi dengan teman di dunia maya.
Psst ... ada rahasianya, loh! Selain Destin dan Binbin akur bermain, aku menyerahkan anak-anak pada baby sitter yang gadget! Hehehe ... TV, VCD player dan komputer. Hahaha ....
Aku memberi akses penuh pada Destin untuk menonton VCD Brainy Baby, Impression, Dora, Thomas, uhmm ... apalagi, yah? Banyak banget CD-nya. Asli, loh. Trus kalo mamanya lagi asyik nge-net atau ketak-ketik di depan kompi digangguin Destin ya udah, kasih aja. Semua untuk anak, deh! Aku juga masih punya banyak me time, kok. Aku suka koleksi buku, majalah, tabloid, bahkan elecrtronic book. Semua koleksi sering aku baca kembali. Satu buku bisa kembali aku baca puluhan kali. Ga ada rasa bosan untuk membaca.
Hidup itu harus dinikmati. Apapun keadaannya.
Continue reading...

Wednesday, June 10, 2009

Selamat Ulang Tahun yang pertama, Binbin!


Hari masih pagi sekali. Sambil setengah terkantuk-kantuk aku menulis tentang Binbin, anak keduaku yang hari ini tepat berusia 1 tahun. Satu tahun pertama yang sangat mengesankan. Binbin tumbuh dan berkembang dengan sempurna sesuai tahap-tahap yang harus dilaluinya.
Berawal dari 10 Juni 2008 lalu, pada pukul 13.15 siang, Binbin lahir dan menangis untuk yang pertama kali. Bukan kelahiran yang mudah bagiku, karena Binbin lahir bersama dinding rahim, mirip telur. Sampai pembukaan 10 tak setetes pun air ketuban merembes. Ya, Binbin anak yang spesial. Aku pun mengalami kelahiran seperti ini.
Lahir dengan BB 3,3kg dan Panjang 56 cm, Binbin terasa sangat kecil, mungil. Kulitnya pun hitam kala itu. Wajah tampannya sudah terlihat. Yang paling membuat aku terkesan adalah matanya yang sangat cemerlang sejak lahir. Mata itu bergerak-gerak dan memancarkan cahaya. Aku jarang melihat bayi baru lahir yang memiliki mata berbinar. Rata-rata mata bayi seakan berkabut dan belum ada bayangan. Kami menamainya Bintang Akbar Kedua Susindra, dengan panggilan Binbin.
Sejalan dengan waktu, Binbin tumbuh menjadi anak yang gemuk dan lincah. Pipi cabinya membuat aku senang menjawil atau mencubitnya. Pertumbuhan BB Binbin selalu di atas garis hijau. Belum termasuk kegemukan. Saat ini pun gigi Binbin sudah 8 buah. Gigi yang mempermanis senyum dan tawanya.
Binbin juga sangat aktif. Pada usia 4 bulan Binbin mulai tengkurap. Usia 7 bulan mulai duduk sendiri, usia 8 bulan mulai merangkak dengan perut, 10 bulan merangkak dengan tangan. Usia 11 bulan kami mulai mengajari Binbin berdiri dan merambat di meja. Dan 11 bulan 4 minggu Binbin mulai berjalan sendiri. Sungguh perkembangan motorik kasar yang sangat mengesankan aku.
Yah, apapun itu, aku bersyukur sekali memiliki Binbin. Banyak do’a dan harapan aku panjatkan untuknya. Semoga panjang umur dan berguna bagi agama, negara, dan keluarga. Semoga menjadi Bintang yang terus bersinar.
Selamat Ulang Tahun yang pertama, Binbin! Kami sangat mencintaimu.



Continue reading...

Wednesday, June 3, 2009

Kisah Destin dan Bahasa Indonesia


Destin :"Ayo! Semua tidur! Tempatnya sudah siap!"
"Ayo! Cepat!"
Semua temannya berkumpul di dekat Destin. Tak lama kemudian,
Destin : "Ya .. rumahnya bocor! Kita kebocoran! Kita kebocoran! Ayo didandani!
Teman : "Ayo! Ayo! didandani!"
.................................. (Aku tidak memperhatikan lagi karena aku berjalan secepat aku bisa untuk menghidupkan laptop dan merekam pembicaraan mereka)
Tak lama kemudian,
Destin : "Ayo! Waktunya makan! Aku yang masak, ya? AKu kan pinter masak. Mau aku maskin apa? Masak ayam dikecapin, ya?"
Tidak jelas apa jawaban teman2 Destin karena sangat pelan dan terbata-bata.
Destin : "Yah! Gasnya habis! Kita harus beli gas, nih. Kemana ya belinya? Kamu yang beli, ya?"
Teman : "Pake kayu saja. Ibuku lebih suka masak pake kayu" katanya terbata-bata.
Destin : "Harus pake gas! Ga boleh pake kayu! Nanti ke-obong (kebakar) rumahnya!"
....................................... (Akan jadi sangat panjang tulisanku jika aku rekam semua. Hehe ...)

Ini ilustrasi yang kadang aku tangkap ketika destin bermain bersama teman-temannya. Ada kalanya Destin begitu memonopoli permainan sementara teman-temannya yang notabene adalah siswa SD kelas 1 (Destin belum sekolah!) manut saja dengan kehendak Destin. Tidak setiap saat seperti itu karena pada dasarnya Destin anak yang introvert dan jarang aktif dalam permainan. Lalu apa bedanya dengan permainan hari ini?

Kunci utamanya adalah bahasa pergaulan. Ini adalah tahun kedua aku menetap di desa setelah bertahun-tahun di pusat kota Jepara. Di desa, bahasa utamanya tentu saja Bahasa Jawa. Jarang sekali orang tua yang bisa berbahasa Indonesia, sehingga Destin yang sejak bayi menggunakan bahasa Indonesia dalam percakapan sehari-harikomunikasi, agak terhambat. Bahkan di awal bulan Destin dipanggil "Bocah Melayu" atau "Bocah Jakarta".
Kebiasaan berbahasa Indonesia bukan kebiasaan lazim di desaku kini. Semua berbahasa Jawa. Belajar bahasa Indonesia dimulai sejak masuk TK, itu pun tidak intensif. Bahkan banyak guru TK yang mengajar dengan bahasa utama Bahasa Jawa. Dengan kondisi seperti itu, bahasa Indonesia seperti bahasa asing bagi anak-anak. Bahkan untuk anak usia 10 tahun yang bermain atau berinteraksi dengan Destin pun mengalami kesulitan berbahasa.
Aku memang sengaja mengajarkan bahasa Indonesia pada Destin karena aku yakin Destin akan mampu belajar bahasa Jawa hanya dengan terbiasa mendengarkan percakapan di sekitarnya. Aku terinspirasi oleh teori psikolinguistik yang menyatakan bahwa bahasa Ibu adalah bahasa yang paling mudah dipelajari seseorang meskipun dia tidak pernah belajar. Apalagi aku ingin mengajarkan bahasa Inggris dan Perancis pada Destin sejak kecil sehingga aku butuh pondasi yang kokoh dulu dengan membiasakannya berbahasa Indonesia. Dan teoriku terbukti.
Beruntung Destin memiliki kecerdasan bahasa yang tinggi sehingga mudah sekali baginya menguasai bahasa Jawa (Yang hanya didengar Destin sekali-sekali jika orang tuanya berinteraksi dengan nenek atau orang yang lebih tua). Dan saat ini ada beberapa kata/percakapan bahasa Inggris yang dapat dia ucapkan. Untuk bahasa Perancis? Aku mulai dari lagu bahasa Perancis anak - anak yang telah dia hafal.
Continue reading...

Back to

 

Sharing Mama Susi Copyright © 2009 Cosmetic Girl Designed by Ipietoon | In Collaboration with FIFA
Girl Illustration Copyrighted to Dapino Colada